Di tengah gugusan Kepulauan Flores, Nusa Tenggara Timur, berdirilah Gunung Rokatenda—gunung api kecil namun aktif yang berada di Pulau Palue, bagian dari Kabupaten Sikka, NTT. Meski ukurannya tak sebesar gunung-gunung lain di Indonesia, Rokatenda menyimpan kekuatan vulkanik yang besar, dengan sejarah letusan-letusan mengejutkan yang menimbulkan dampak signifikan, baik bagi lingkungan maupun penduduk setempat.
Dengan ketinggian hanya sekitar 875 meter di atas permukaan laut, Gunung Rokatenda adalah contoh bagaimana ukuran bukanlah tolak ukur kekuatan. Letusan dahsyat yang terjadi pada tahun 2013 menjadi pengingat nyata betapa gunung ini bisa mengubah kehidupan seketika.
Letusan 2013: Bencana yang Menghantam Palue
Gunung Rokatenda menjadi sorotan nasional dan internasional saat meletus hebat pada Agustus 2013. Letusan tersebut memuntahkan abu vulkanik setinggi lebih dari 2.000 meter dan menyebabkan guguran lava pijar ke arah pantai.
Yang paling tragis, letusan tersebut menewaskan enam orang, termasuk anak-anak, yang tinggal di pesisir Pulau Palue. Sebagian besar korban tertimpa guguran batu pijar saat mereka belum sempat mengungsi. Kejadian ini menyebabkan ribuan penduduk terpaksa dievakuasi ke Pulau Flores dan tinggal dalam pengungsian selama berbulan-bulan.
Letusan tersebut juga meninggalkan dampak ekologis, seperti rusaknya lahan pertanian, matinya vegetasi, serta kontaminasi sumber air. Hingga kini, trauma akan letusan masih membekas dalam ingatan warga Palue.
Karakteristik Gunung Rokatenda
Gunung Rokatenda termasuk dalam tipe stratovolcano, dengan bentuk kerucut klasik dan lereng yang curam. Kawahnya terletak di puncak dan sering mengeluarkan gas belerang, abu ringan, dan suara gemuruh meskipun dalam status waspada. Karena posisinya yang berada di pulau kecil dan dekat permukiman, potensi bahayanya tergolong tinggi meski skalanya kecil.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) secara rutin memantau aktivitas gunung ini. Statusnya bisa berubah dengan cepat dari normal menjadi waspada atau siaga jika ditemukan gejala seperti gempa vulkanik atau kenaikan suhu kawah.
Pulau Palue: Alam Indah di Tengah Ancaman Vulkanik
Meski menjadi lokasi dari gunung api aktif, Pulau Palue memiliki keindahan yang luar biasa. Terumbu karang yang indah, air laut jernih, serta budaya masyarakat yang masih tradisional menjadikan pulau ini eksotis. Mayoritas masyarakat Palue bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan, hidup dengan kearifan lokal yang kuat.
Tradisi adat masyarakat setempat juga memiliki hubungan erat dengan keberadaan Rokatenda. Dalam banyak kisah rakyat dan ritual adat, gunung ini dianggap sebagai penjaga pulau yang harus dihormati. Sebelum masa-masa rawan letusan, biasanya warga akan mengadakan ritual tradisional untuk meminta perlindungan alam dan restu leluhur.
Tantangan Mitigasi dan Harapan ke Depan
Letusan Gunung Rokatenda menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan bencana di wilayah-wilayah terpencil seperti Pulau Palue. Tantangan utama mencakup keterbatasan akses transportasi, infrastruktur komunikasi, dan evakuasi darurat.
Namun, sejak 2013, pemerintah dan lembaga terkait telah meningkatkan sistem peringatan dini, edukasi kebencanaan, serta penyediaan jalur evakuasi bagi warga pulau.
Dengan pendekatan berbasis komunitas dan teknologi, diharapkan masyarakat Palue dapat hidup berdampingan secara aman dengan gunung yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka.
Kesimpulan:
Gunung Rokatenda adalah simbol kekuatan alam yang tersembunyi di balik pulau kecil nan damai di Nusa Tenggara Timur. Ia tidak setinggi Semeru atau seterkenal Merapi, namun sejarah letusannya membuktikan bahwa kekuatan alam bisa muncul dari tempat yang tak terduga. Melalui pengelolaan yang bijak dan penghormatan terhadap kearifan lokal, Rokatenda menjadi pengingat bahwa manusia dan alam harus hidup dalam harmoni, bukan dominasi. Pulau Palue dan Rokatenda—dua entitas yang terus berdampingan dalam ketegangan dan keindahan.